Kamis, 18 November 2010

Selamat Ulang Tahun


: Noviyanti Souw

Meresap sepasang sayap November
dalam remang lampu kota
sudah lewat tengah malam
ada segenggam harapan
: menunggu

Kini

Hanya ada temaram lilin dan kerlap-kerlip bintang
menjadi hiasan dalam tubuh
: tubuh puisi
Di sana
kasihmu - kasihku termenung
Dalam kesederhanaan dan kebersamaan

Mungkin
inilah kado Ulang Tahun paling sederhana
yang pernah kau terima
tapi semoga dapat kau peluk
dalam lubuk-lubuk ingatan

Maka

Selamat Ulang Tahun, Kekasih
Tetaplah bahagia
senantiasa
dan mari kita lalui separuh perjalanan
bersama bintang kecil penantian, penuh harapan


Pada tiup lilin ada air mata haru
Semoga selaksa doa kan terkabul

=)

Rafael Yanuar (19 November 2010)

Selasa, 26 Oktober 2010

Secarik Surat


… secarik surat sama halnya serecik jernih air – sangat menyegarkan …

SEBELUM lahir internet, banyak orang menggunakan merpati pos untuk menyampaikan pesan. Entah berupa pesan penting atau tulisan rindu anjangsana, semua digulung dan dipercayakan pada capit kukunya – dan, aku seringkali bertanya, bagaimana bisa merpati menemukan alamat dengan tepat?

Tentu, karena kepak sayap merpati tak secepat internet, sampainya surat membutuhkan waktu beberapa hari, minggu, atau bahkan tahun. Semua dilakukan untuk sekadar mendapatkan informasi dan balasan kerinduan kekasih – romantis, bukan?

Surat-surat tersebut, entah sampai atau tidak, merupakan bukti usaha manusia untuk bisa berkomunikasi. Dan, sebuah surat, kendati memerlukan cukup lama waktu, mungkin cara paling efektif untuk mengabadikan jumpa. Menunggu surat meluncur ke kotak pos – sebelum kita mengambil dan membukanya, adalah petualangan yang sangat menarik! Bagaimana mungkin lembaran kertas dapat menceritakan begitu banyak kisah dan senyuman? Adakah pernah terpikir betapa membahagiakannya menerima secarik tulisan seorang sahabat nun di sana, dan meresap aroma tinta yang masih samar tercium? Jika potret mengabadikan gambar, maka surat mengabadikan kata-kata – hingga di masa mana pun, kita bisa membuka dan membacanya kembali. Terlalu berlebihan bila aku menuliskan “mendekati keajaiban”, meski itulah yang kurasakan saat menuntas penantian kala membaca surat tepat di depan kotak pos.

Tulisan tangan dapat menularkan kehangatan – yang lebih jujur dan lenak kala dibaca. Tapi, semakin mudah komunikasi, surat tertinggalkan dan berakhir menjadi alat transaksi. Sayang sekali, kukira. Aku juga terlarut dalam kesibukan kekinian, hingga melupakan kerepotan menulis surat, apalagi merangkum kata-kata, membeli perangko hingga memercayakan pak pos untuk mengirimkannya. Aku lebih memilih e-mail sebagai media yang jauh lebih praktis, cepat, dan efisien dibanding menulis berlembar-lembar surat. Apalagi dengan hadirnya berbagai jejaring sosial macam Facebook dan Twitter, yang mempermudah komunikasi dan menemukan sahabat-sahabat baru, maka semakin jauhlah surat tenggelam (meski aku belum punya akun Twitter atau Facebook).

Ada gejolak untuk kembali menulis surat – dan bila kutemukan semangat lawasku, aku ingin kembali ke masa di mana surat masih menjadi teman penting untuk bersapa akrab kala jauh.

Tapi, di zaman serba praktis ini, masih adakah yang mau menyempatkan (baca: menyibukan) diri untuk menulis surat barang secarik? Sekadar saling mengenal lewat tulisan, bukan ketikan, melainkan bukti bahwa semangatmu turut terbawa lewat tinta dan aroma kertas. Tentu saja, tak ada penggabungan huruf dan angka untuk mengeja / menyingkat kalimat =)

Bagaimana, pengalaman yang sungguh-sungguh menyenangkan, bukan?


--- Sepucuk Senja

Sepucuk senja tumpah
menjadi tinta
melebur dalam kertas-kertas – jelma puisi tentang
kerinduan
kemudian diam
sampai malam menuangkan relungnya
pada dunia.

Sepucuk lain jatuh
melebur buih-buih
lalu menghilang ditelan kelam
, pun
tak berbekas apa.

Kecuali
kenangan

Rafael Yanuar (25 Oktober 2010)

Kata-kata tak penah abadi, karena itu aku menuliskannya.

Senin, 27 September 2010

Let's Dance in the Moonlight


Berdansa di bawah terang bulan?

Ini ingatan saat aku berkencan dengan istriku. Sabtu malam, aku mengajaknya menonton Lost in Love di salah satu pusat perbelanjaan Cirebon. Aku tertarik pada fokus panorama dalam filmnya, Paris, dan tak peduli apakah jalan ceritanya bisa membuatku berdecak, atau hanya mendesah bosan, jarang-jarang ada film berlatar Paris ditampilkan di sini.

Tapi, saat pertengahan film (skena saat tokoh utama memesan ratusan cangkir kopi) – lampu padam. Layar mendadak putih, jeda sebentar, film dimulai lagi. Kami keluar dan pulang karena adik istriku ketakutan – lampu padam tanpa pemberitahuan, siapa tahan akan ini? Sepanjang jalan, gelap melenggang. Beberapa pedagang menyalakan lilin – minimarket mengaktifkan gensit. Tapi, saat diam beberapa menit, aku menyadari, malam tak begitu gelap. Ada terang bulan dan pijar bintang menyelimuti. Biarpun sunyi, tetap bersinar berbinar-binar. Panorama dan kesan yang ditimbulkan sangat memesona, bahkan jauh lebih menakjubkan dibanding gambaran Paris di layar datar tadi. Aku tak pernah menyadari keindahan ini karena selalu disembunyikan lampu kota

Sambil sesekali menatap pendar bintang, aku merenung, kapan terakhir kali aku bermain di bawah purnama sambil santai dan senang akannya?
Semasa kanak, hiburan utamaku adalah bermain sepeda. Lalu membeli teh bungkus seharga Rp.100,- dan duduk di taman bersama teman-teman. Pun, kala malam tiba, dan bumi bermandi cahaya, kita berperang dengan pedang mainan.

Bukankah anak-anak harus bahagia di masa apa pun?

Tapi, aku menyadari sesuatu. Bintang dan bulan tak pernah berubah, terangnya masih sama – lenaknya juga tetap. Kehangatan kala memandangnya sama dengan bersilam tahun. Meski makna yang ditangkap pasti beda. Mereka masih mengajak dan menemani semua anak untuk menemukan indah kebersamaan.

Kelip bintang yang terpacak di langit – sepertinya mampu mengubah pandangan kita akan hidup. Kebahagiaan ternyata milik siapa saja, seandainya kita mau menatap keindahan ciptaan Sang Pembesar Jiwa. Sebab, kita sebenarnya ada di ruang kebahagiaan, hanya saja, sulit menyadarinya. Atau, mungkin tak sulit, sama seperti menatap bintang di langit dengan penuh sukacita, dan tak menyungut kala rintik gerimis mengenai kening =).

Becak menepi di depan rumah, gelap masih membayangi. Lilin sudah dinyalakan, sekeliling nampak ramai. Rupanya, banyak tetangga memutuskan berbincang di luar. Aku tersenyum pada istriku. ‘Duduk di teras, bagaimana?’ ajakku. Istriku mengangguk, ‘boleh.’

Terang bulan masih ada. Padam lampu akan lama.
Dan aku, tak pernah benar-benar menyukai mati lampu seperti saat ini.

Rafael Yanuar (26 September 2010)

Perjumpaan:

Kenang-kenangan waktu pacaran dulu =). Dan, mati lampu benar-benar membuka pemahamanku, bahwa di masa sulit sekalipun, ada keindahan tersangat nyata.

Rabu, 01 September 2010

Serenada Penidur Hujan


: Papi

Saat malam tiba - dan lelap gawaikan hening, peri-peri pemetik hujan berkumpul di satu sisi hutan kecil. Mereka meminta pada daunan untuk merenda pagi agar khias lembayung jelma lukisan seindah candhikala. Lalu sepanjang hari, hujan tak turut tenggelam. Rintiknya indah dipagut kesedihan, membingkai sunyi, larut dalam rananada penidur awan. Peri kecil tak mau gerimis melusuh diterik siang, dan saat matahari meninggi di pucuk langit, mereka meminta kunang-kunang menyebarkan abu pada mendung. Hujan pun datang – jatuh mengabarkan kesedihan selaik air mata menyingkap haru di setiap tumpahnya.

Ya, mesti ada yang bisa menjaga agar hujan selalu sepanjang hari.

Kini malam merajut hitam, menidurkan hujan diceruk angkasa. Tirai hitam merenda api di persendian kala. Rembulan tinggi melagukan timang pada telaga. Namun, bila kau sudi menyipitkan mata sejenak, kau bisa melihat, sosok pemuda sebatang kara, menunggu gerimis tumpah nun di sana. Ialah pengelana yang diceritakan angin pada pohon-pohon dan daun-daun; konon, kekasihnya perajut hujan, menenun luka sepanjang masa, menitipkan hati pada rintik air mata.

Mendengar dongeng itu, peri-peri kecil mengumpulkan satu-satu rintik terpedih di antara ribuan tetes air hingga membentuk ukiran di wadah kaca, berhias pita dari serat-serat kulit pohon pinus. Mereka menangis kala mendengar nyanyian yang dilantunkan angin. Dan semenjak saat itu, air mata pengelana tak pernah mencapai tuntas - sebab ia kehilangan puncak kenangan di setiap napas hujan.

Pagi tiba - peri kecil kehilangan pastel senja. Hingga mereka tak bisa menggurat jingga pada pagi. Warna abu tak mampu menutup jalan matahari, hingga sinarnya menyusup celah di wadah kesedihan – terpecah jelma air mata bentuk hujan tanpa awan. Pengelana yang merasakan air mata tumpah di telaga, menangis sepanjang hari. Sambil bibirnya berbisik ngilu.

Ingin kupetik sunyi di matamu, Hujan. Agar sepi merapat di pelabuhan jiwa - aku bergejolak merangkai kenangan menjadi daun-daun jingga, apatah mampu terbaca di sekujur mimpimu?

Peri kecil yang melihat hujan tak digores gurat jingga - melusuh pada doa-doa. Rupanya, hujan telah menyadari perjalanannya sebagai air mata dan tulus melepaskan pertemuan. Ia tahu, tak ada perjumpaan yang sia-sia, selalu ada makna di tiap jeda perpisahan, meski air mata mesti tercipta dari penderitaan, ia lahir sebagai keelokan. Karena kenangan pula laiknya hujan, setipis jarak antar-jemari dan rintiknya air. Dan waktu telah membuatnya berarti.

Aku tahu, perpisahan halnya satu fragmen yang akan mempertemukan kembali – di sana, selalu ada kenangan tatkala rindu menjelma lingkaran dan ucap kata.

Dan kini,
pada sekecup kenangan pagi
hujan pun tertidur.

Rafael Yanuar (29 Juli 2010)
--- buat papiku yang kemarin ( minggu 25 Juli 2010 ) berpulang ke sisi-Nya.

Rabu, 14 Juli 2010

Mengakses dan Menguatkan Hati


Untuk mengakses Hati Nurani, sebelumnya kita harus membersihkan hati. Langkahnya, santai, senyum lepas sepenuh kasih / perasaan pada Tuhan, kemudian mulai berdoa. Memohon pada Tuhan agar semua emosi negatif di hati dibersihkan dan digantikan dengan Cahaya KasihNya. Lakukan satu persatu untuk setiap emosi, misalnya:

Tuhan Yang Terkasih, berkatilah Hati kami agar semua kemarahan berganti dengan Cahaya dan KasihMu

Tuhan Yang Terkasih, berkatilah Hati kami agar semua kesombongan berganti dengan Cahaya dan KasihMu


Begitu seterusnya untuk tiap emosi, mulai dari kemarahan, kesombongan, iri dengki, sifat mementingkan diri sendiri, kelicikan, keserakahan dan sebagainya.

Ampuni juga semua orang yang bersalah kepada kita. Mohon bantuan Tuhan agar kita dibantu untuk mampu memaafkan dengan setulusnya, serta agar rasa jengkel, kebencian, kemarahan, kesedihan, ketidakpuasan yang disebabkan orang lain, berganti dengan Cahaya dan KasihNya.

Mohon pada Tuhan agar Hati dikuatkan dan dipenuhi oleh Cahaya dan KasihNya.

Mohon pada Tuhan agar setiap pikiran, perkataan, dan perbuatannya selalu sesuai dengan hukum KasihNya.

Mohon pada Tuhan agar kita menjadi alatNya yang baik agar Cahaya dan KasihNya memancar ke semua makhluk dan memberikan yang terindah.

Lakukan doa ini setiap hari. Doa ini tidak untuk menggantikan doa yang biasa kita pakai. Hanya menambahi, dengan berfokus kepada membersihkan hati. Bukan juga latihan dari agama tertentu. Ibarat hubungan antara makhluk dengan Penciptanya.

Jadi jangan takut akan berakibat negatif pada keimanan atau apapun, karena pemberianNya selalu yang terbaik. Kata Tuhan bisa diganti dengan Allah, atau Bapa, atau Tuhan Yesus, terserah bagaimana kita biasa menyebut Beliau dengan nama apa.

Biasanya, ketika memohon pada Tuhan agar emosi negatifnya dibersihkan, terasa ada tarikan-tarikan di Hati (permukaan dada), terkadang emosi-emosi yang tersimpan juga dibongkar, sehingga wajar kalau misalnya kita ingin menangis atau tertawa. Ini adalah bagian dari proses pembersihan emosi, jangan di tahan. Lepas saja. Percaya dan berserah diri pada Tuhan. Beliau ingin memberi yang terbaik untuk hati kita. Jangan takut tidak khusyu, biasanya setelah fase pembersihan ini selesai, setiap berdoa justru sangat khusyu dan dalam, bahkan Kasih Tuhan dapat dirasakan mengalir berkelimpahan dalam Hati dan memancar ke seluruh alam.

Biasanya, setelah berdoa sekitar 4-10 minggu, akan ada perasaan ringan, damai, dan bahagia di permukaan dada. Ini artinya hati sudah mulai terbuka. Cahaya Hati mulai memancar ke jiwa, pikiran, dan perbuatan sehari-hari. Kita akan merasakan damai sejahtera, merasakan KasihNya benar-benar berkelimpahan.

Ketika berdoa, ikutilah perasaan ringan dan damai yang mengalir. Semakin diikuti, semakin dalam. Kuncinya:

Santai, baik fisik maupun pikiran. Jangan tegang atau terlalu mengharap sesuatu. Senyum dengan lepas ke hati (tidak perlu bingung bagaimana caranya, lakukan saja, hati pasti mengerti). Senyum dengan sepenuh kasih dan perasaan. Mengikuti rasa yang muncul, biasanya ringan, tenang, damai dan sebagainya.

Harus disadari, hanya Tuhanlah yang bisa membersihkan debu-debu dari emosi negatif. Kita hanya bisa memendamnya, ataupun menghilangkan gejalanya. Tapi debunya masih di dalam. Nah, ketika melakukan doa ini, timbunan-timbunan debu / kotoran selama bertahun-tahun akan mulai dibersihkan satu demi satu, disyukuri saja proses ini.

Setelah hati mulai terbuka dan ketenangan, kedamaian, serta keindahan Cahaya dan Kasih Tuhan dapat dirasakan mantap di hati, maka berikutnya kita bisa latihan untuk menguatkan Hati.

Ketika Hati sudah kuat, kita akan bisa menyadari banyak hal tentang Tuhan, arti kehidupan, rahasia-rahasia, bahkan hal-hal yang tidak diketahui oleh otak manusia.

Hati akan mengarahkan kita kepada Tuhan dengan indahnya.

_@_

Perjumpaan

Pesan ini ditulis oleh Sahabatku, Firdaus / Golden Lotus dan dikirim melalui e-mail pada Selasa, 03 Maret 2009. Semoga bermanfaat :)

Senin, 12 Juli 2010

Lintang Gerimis Pagi


Selasa, 13 Juli 2010

Daunan merobek layar pada pagi, terbang mengoyak sepi pada diri. Pukul 10.40, laju mobil dan motor kencang berarak, angin menunjukkan barat. Sekalipun diam pada sepenggal jejak, perca kelabu masih menusuk nadi – sepekat ruang berselimut mendung pada rintik.

Hujan mengibas daun, lenggang tak bertepi. Penat jadikan rindu nyata pada jiwa. Luruh air jelma embun di jendela, leburkan nada-nada. Dalam jenak, aku ingin mengeja bait nurani. Terpuisikan.

Entah kapan bisa kulihat lagi, sejuk hujan mengibaskan penat. Istirah. Di peraduan khayal dan mimpi panjang. Ia teduh kala meratap segaris congkak kehidupan, terpiturkan pada kita. Terbangunkan. Melerai jiwa pada amarah dan ketidakdewasaan.

Selarik tuntas pertemuan, terpagutkan kata, aku bertanya, bagaimana menemukan keberanian untuk senantiasa jujur, sedang tak yakin aku lintasi – sepenggal jarak antar kebisuan?

Ucap kata maaf, sungguhpun tak sesukar menerjang badai angkara. Tapi mengapa? Pilu lidahku, merapalkannya?

Rafael Yanuar (13 Juli 2010)

Minggu, 11 Juli 2010

Keranjang Buah


Sangat dekat kehadiranmu di hidupku, hingga retas penatku diteduh matamu. Pun saat senja usiaku, selalu ada sekeranjang buah dari taman hati kau petik, juga segala ranum bulir padi, sampai fajar menyingsing di lengan waktumu. Kembali engkau berkata bahwa cintalah menjadi jawab, lalu aku mendengarmu melantunkan nada dan lagu-lagu.

Kenangan adalah bentuk lain pertemuan, maka kenanglah selagi ada waktu

Hening seakan menunduk malu padaku, dan memanggil pawana - mengabarkan berita, tanpa tahu kesedihan bisa menyemai rindu tak terbatas.

Sendiri

Rafael Yanuar (27 April 2010)

_@_

Perjumpaan

Selarik sajak Khalil Gibran - Kenangan adalah bentuk lain pertemuan :)

Episode


In a glimpse of glittering line on the night's visage
dashes in a blink of an eye, agape
and expired
Time does cunningly scrape an encounter
and smashes it against the soul's side.

Rafael Yanuar (28 Desember 2009)

_@_

Pembenahan Bahasa oleh Taurelilómëa Tumbalemorna :)

Alice


Alice

Tersesat di kedalaman pekat yang lelah
Terluka entah berapa lama, seolah
Berutang pada mimpi masa silam
Yang panjang, tak berkesudahan

Alice

Meredam waktu oleh sihir tak terpiturkan
Lunglai terjaga dari getir kenangan
Sebelum akhirnya menemukan jarak menghiba
Pada detak dan getar di jiwa

Angin membawa hujan ke atas lonceng pagi yang sunyi
Lalu sepi, seolah senyummu getarkan cerita yang lama melupa


Alice

Meski waktu merobek – robek kain layar
Yang terserak di jantung masai
Puisi lebih tulus menari pada dirimu
Yang selalu tertawa, senang menendang, makan segala
Cengeng dan penakut

Sampai kapanpun kau tetap
: Alice yang hangat

Rafael Yanuar (01 Maret 2010)

Selasa, 29 Juni 2010

Phantasmagoria


/1/

Aku menepikan diri di pundak sepi, pada puing-puing tak bernyawa yang menumpah
Tirta kerinduan
Tiba-tiba lampu mati, ketika kutulis
Puisi untuk tenggelamnya pagi

Kini,
Semua tak terlihat lagi
Kecuali kerinduan pada sajak yang urung kutulis

/2/

Aku menepikan sepi di pundak diri
Ketika redup membayangi mimpi
Di gelap pagi aku mencari

Tiba-tiba terang menyala lagi, ketika lelah kurangkai kata buatmu
Kecuali sisa bayang yang mengendap di sudut phantasmagoria
Semua nyata

: hilang

Rafael Yanuar (25 Maret 2010)

Selasa, 01 Juni 2010

Arah


Aku akan menceritakan padamu, tentang seorang pengelana yang tunduk hatinya pada keputusasaan. Yang setiap harinya selalu dirudung pilu, bertudung ragu dan penyesalan. Ketika kau bertanya siapa ia, maka bermulalah ceritera ini:

Tersebutlah nun di sana, seorang pengelana hendak pergi untuk mengejar mimpinya. Sebelum keberangkatan, gurunya berpesan agar ia tak tersesat, karena keagungan tak dapat ditemui di tempat lain. Dan apabia tersesat, mustahil ia dapat kembali. Maka dipegangnya teguh amanat guru.

Ketika awan memeluk tidur, perjalanan pun dimulai. Saat itu, matahari tengah dini dipagari pepohon willow dan angin utara yang melambai daunan siprus. Sang Pembesar Jiwa memberkati kesehatannya, hingga pandang matanya senantiasa tertuju mulia.

Kini, telah ia temui tempat yang tinggi dan rendah, gurun dan pematang sawah, hingga padang ilalang, laut dan pemuncak gunung. Namun tak ia temui pencariannya. 'Di manakah dataran luas tempat harta yang kucari ditanam?' ia bertanya pada sesiapa. Tanpa disadari, matahari tengah condong tenggelam.

Tahun berlalu. Pengelana duduk di tepi muara di sebuah desa dan menyadari ketersesatannya. Sepanjang hari ia menangis. 'Guru, aku menyesal,' rapalnya dalam hati berkali-kali. Ketika itu, seorang tua mendatanginya. Melihat wajah galau pengelana, ia bertanya, 'Adakah yang kau sesali, anak muda?'

'Aku tersesat, menderitalah aku!' ujarnya.

'Aku melihatmu bagai seekor tupai yang menangis terbeban emas di-punggung. Seperti seorang berputus asa pada harapan tak hingga. Kau tak akan mati kehausan di tengah aliran sungai nan jernih, yang airnya bahkan bisa menyembuhkan. Maka tengoklah apa yang telah kau raih,' ujar kakek disampingnya.

'Aku di sini, di lembah kematianku sendiri,' ucap pengelana.

Kakek itu tetap menemaninya, meski pengelana tak hendak berbuat apapun. Ia tetap tunduk pada keputusasaan, menghabiskan harinya dengan menangis dan menepuk-tepuk dada. Pengelana tak tahu, tempatnya bersinggah adalah hal yang megah, pun begitu banyak yang bisa diperbuatnya di sana.

Namun yang paling membuatmu pedih adalah, bahwa ia tak pernah tahu, apa yang ditemukannya kini jauh lebih indah dari apa yang dicarinya dahulu.

Ditulis oleh Rafael Yanuar (26 Mei 2010)

Senin, 17 Mei 2010

SMA


Pertama kali menjejakan kaki di rerumputan SMA, aku langsung dibuat bingung dengan perasaan paling aneh: cinta. Penyebabnya tak lain tak bukan seorang gadis dengan senyum seindah pelangi. Tentu saja, hal itu membuatku tak fokus belajar Fisika, apalagi Matematika. Aku seperti diombang-ambing rumus-rumus Kimia yang menyesatkanku di ranah tanpa bahasa. Inikah cinta? Benar kata Puri, aneh.

Sepanjang hariku, entah terpejam atau terjaga, yang terbayang hanya wajahnya. Seketika hidup terasa melankolis, memutar lagu Jose Mari Chan – Beautiful Girl berulang-ulang cukup membuatku ingin menggaruk-garuk tanah. Hari Valentine tiba, aku memberinya setangkai bunga, cokelat dan boneka – namun caraku mengucapkan Happy Valentine’s Day sama seperti mengatakan 1 + 1 = 2. Tak romantis, malah terdengar apatis.

Akhirnya, cintaku bertepuk sebelah tangan. Ia tak jalan denganku. Seketika lagu Glay – Happiness menjadi begitu indah mengair mata. Dalam hatiku ada mantra yang terus terucap, untuk kebahagiannya aku rela merobek-robek hatiku. Kami pun berpisah saat tingkat XI, aku di IPA dan dia masuk IPS. Aku coba melupakannya, meski potretnya masih kusimpan. I don’t want to hurt you anymore / tell me the meaning of your happiness.

Namun, tak kupercaya kata-kata klise seperti cinta tak harus memiliki. Saat kelas XII, ia sendiri lagi. Aku pendekatan, meski diawali SMS basa-basi, aku mulai menerima sinyal-sinyal positif. Lalu tanpa berlama-lama, aku langsung menyatakan perasaan yang terpendam sejak tiga tahun lalu, aku mencintaimu, kali ini bernada semerdu burung murai di ranum musim semi – yang malu-malu mengatakan 1 + 1 = 2. Ia pun menerima. Dengan hati riang aku melangkah melayang.

Ketika awal jadian, aku merasa kikuk, namun lama kelamaan sikap kami seperti sepasang kekasih yang bersahabat. Gadis itu, yang menjadi pacar pertama dan terakhir sepanjang hidupku, kini menjadi istriku. Dan hingga detik ini, aku masih sangat menyayanginya.

Ditulis oleh Rafael Yanuar (15 Mei 2010)

_@_

Perjumpaan:

Teruntuk istriku terkasih, Noviyanti Souw :)

Memeluk Hujan


Tersebutlah di sebuah desa, tinggal seorang pengelana tak bernama. Yang selalu membawa peta di tangan kirinya dan kompas di tangan kanannya. Di pundaknya terikat gitar yang selalu ia mainkan saat malam terang bulan. Orang-orang desa kerap memanggilnya Si Pengelana.

Suatu malam, di depan muara di tengah taman bambu, bersama kodok-kodok ia pun bersinggah. Setelah meletakan kompas-petanya, ia memetik gitar dan menyanyikan lagu tentang cinta. Perlahan dari rimbun sesemak, kunang-kunang menyembul ke tengah mereka. Pengelana tersenyum sambil terus menyanyi, lalu berjalan mengelilingi tepi muara. Seusai satu lagu ia menyelupkan tangannya, mengambil setangkup tirta untuk kemudian ia reguk. Di atas batu, ia merenung sejenak berhela, rembulan tertutup awan.

Dulu, saat pengelana kali pertama singgah di desa, ia bertemu seorang gadis secantik aurora. Pengelana sedang memetik gitarnya kala itu dan si gadis menari seiring nyanyian. Gemulai gerakannya hadirkan getar jemari.

‘Senang rasanya ada temanku di sini,’ ucap si gadis. Pengelana yang baru datang ke muara tersenyum, ‘kau sering kemari?’

‘Setiap terang bulan, aku harus mengirimkan sepucuk surat untuk Sahabatku.’

Dicumbu kehangatan angin malam, mereka bercengkerama hingga terlupa. Seperti benih kasih yang tumbuh tanpa ditanam, seperti pula perasaan hangat bergenggam cinta, mereka pun saling jatuh di selaksa rasa. Namun Pengelana harus melanjutkan perjalanan seketika pagi membuka hari, ia pun berjanji akan kembali.

Setelah mengucap ‘selamat tinggal’, Pengelana tak lagi terlihat. Sang gadis menunggunya sambil menunduk mengair mata. Tetapi yang ia temui hanya sepucuk daun dan kunang-kunang yang tak seterang dulu. Hingga suatu hari, saat hujan merinai, ia terkapar. Esoknya ia ditemukan tak bernyawa di muara itu.

Lima tahun berselang, Pengelana kembali ke desa dan membeli sebilik rumah di dekat muara. Dan dengan penuh harapan ia pergi menemui cintanya yang hilang. Namun kerap kali mengunjungi muara, tak pernah gadis itu terlihat.

Tanpa tahu apa yang terjadi, ia pulang sambil tersenyum. Berbisik dalam hati, menatap rembulan di kejauhan, dan berkata ‘esok pasti ia datang.’

Di atas sana, awan menangis dan menurunkan hujan.

Ditulis oleh Rafael Yanuar (Mei 2010)

Kidung Sunyi


Kutemukan getaran yang bernyanyi di reruntuhan hatiku. Mencoba membawaku ke dalam hening yang pekat. Aku terpejam, meresap kecupannya – rindu mengalir bagai amorita di cawan renjana. Pagi tiba, Kau datang, langkahmu seperti seorang pujangga mengucap syair cinta. Aku terhenyak dari lamunan. Seketika kusentuh jemari, lembut menyentuh celah tirta. Kau tak ada.

Perlahan, nada-nada menjelma genangan di dalam hatiku. Membasuh debu-debu pandang mataku. Aku tersadar sepanjang malam tadi, tengah kuhabiskan masa bertahun, mencari sunyi di gemuruh hidup. Kini aku mengerti, sunyi serupa nyanyian rahasia, yang kutemukan kala tunduk bersujud.

Kutadah tangan dalam kekosongan hingga Sang Pembesar Jiwa menyadarkan jalan kalbuku.

Ditulis oleh Rafael Yanuar (Mei 2010)

Rabu, 12 Mei 2010

Watching From Afar


Hari ini kutulis lagu cinta, judulnya Watching From Afar. Terinspirasi lagu Luna Sea - Until The Day I Die dan Breed - Aubrey. Bila ada yang mengerti grammar, mohon jangan dimarahi, tapi bantu membenahi :)

_@_

Watching From Afar

In the silver night I remember
When we row the boat together
I pick the guitar and sing a song to you
A reminiscence song

Loves embrace us in the deep of longing
Like a wind that secret touching
I hold the thoughts beyond the air
To give my last lullaby

Refrain
Once again please embrace me
For every moment we share

Rafael Yanuar: 8 Mei 2010

Kenangan sepanjang malam masih perak. Semoga hadirkan sekelebat bayang nyata :)

Selasa, 11 Mei 2010

Mother


Luna Sea - Mother

Ketika aku tak bisa melihat dengan pasti
zaman baru ini
aku diselimuti kekacauan langit
pun sejak aku berjalan dari berseminya jiwa
di kubah angkasa yang licik ini

Sebelum hari di mana kutinggalkan rasa yang hilang
sebelum hari saat mekarnya bunga berlahan lekang
jiwa baru ibunda – yang tertahbiskan
peristirahatan purba, berkata

Mother of love

Keajaiban kini menyelamatkanku
kemana ku pergi; apapun perbuatanku

Mother of love

Fajar kini menuntunku
aku membutuhkan cinta; aku sangat membutuhkan cinta

Terjemahan Rafael Yanuar

Lullaby - Lagu Tidur Kesayangan


Mau berbagi lagu kesayangan, mari berbalas lagu jua :)

Beberapa instrumental Yiruma, seperti Kiss the Rain dan If I Could See You Again, menjadi pilihan yang tepat untuk mengakhiri kesibukan sehari. Di sisi lain, solo violin Yuki Kajiura juga mampu memberikan kesejukan. Terlebih lagu Grandpa's Violin (kerap kali mendengarnya airmata-ku menitik perlahan).

Bagaimana dengan lagu-lagu Billy Gilman? Aku suka Oklahoma dan God Alive and Well. Terutama Oklahoma, salah satu lagu paling emosional yang pernah kudengar. Juga versi rediscovered lagu Heaven Knows, Can't Cry Hard dan Because of You oleh Jed Madela.

Lagu balada rock era 90an seperti Aerosmith - I Don't Wanna Miss A Thing
atau Bon Jovi - Always boleh dicoba. Terlebih lagu-lagu Eagles, seperti Love Will Keep Us Alive dan Desperado. Sampai sekarang masih sering kuputar di MP3 player-ku.

Berikut daftar lengkapnya:

Lagu Barat

Michael Buble - Home
Jose Mari Chan - Beautiful Girl
MLTR - 25 Minutes
MLTR - Take Me To Your Heart
MLTR - That's Why (You Go Away)
MLTR - You Took My Heart Away
Mono - Life in Mono
Bryan Adams - (Everything I Do) I Do It For You
Bryan Adams - Please Forgive Me
Josh Groban - To Where You Are
Secret Garden - You Raise Me Up
Elton John - Can You Feel the Love Tonight
Aerosmith - I Don't Wanna Miss A Thing
Eagles - Love Will Keep Us Alive
Eagles - Desperado
Bon Jovi - Always
Billy Gilman - Oklahoma
Billy Gilman - God Alive and Well
Breed - Aubrey
Charlotte Church featuring Josh Groban - The Prayer
Jed Madela - Heaven Knows
Jed Madela - Can't Cry Hard
Jed Madela - Because of You
Godfrapp - Clown
Shania Twain - From This Moment
Kenny G - White Christmas
Westlife - The Dance
Mariah Carey - Endless Love
Lee DeWyze - Where You Lie
Lee DeWyze - Stay
Lee DeWyze - The Boxer
Lee DeWyze - Hallelujah
The Beatles - Hey Jude
John Lennon - Imagine
Faith Hill - Fireflies
Owl City - Fireflies
Owl City - Air Traffic
Owl City - Vanilla Twilight
Owl City - The Saltwater Room
Crystal Bowersox - Up To The Mountain
Guns N' Roses - November Rain
Kris Allen - To Make You Feel My Love
Smashing Pumkins - To Sheila
Rico J Puno - Together Forever
Jim Brickman - The Gift
Jeff Buckley - Hallelujah

Instrumental

Seluruh lagu di album Aria the Natural: Piano Collection Stagi One
Solo piano lagu-lagu Nobuo Uematsu
Luna Sea Piano Solo Instruments (Album)
Luna Sea Guitar Solo Instruments (Album)
Yiruma - Kiss the Rain
Yiruma - If I Could See You Again
Yuki Kajiura - Grandpa's Violin
Canon in D Piano Solo Version
L'Arc~en~Ciel - Bless Concerto

Lagu Mandarin

Michael Kuang Liang - Thung Hua
Michael Kuang Liang - Wo Ai Ni Cai Na Li
Michael Kuang Liang - Ye Thing
Vic Zhou featuring barbie Hsu - Rang Wo Ai Ni
Jay Chou - An Ying

Lagu Indonesia

Katon Bagaskara - Tidurlah Tidur
Katon Bagaskara - Negeri di Awan
Katon Bagaskara - Pasangan Jiwa
KLa Project - Yogyakarta
KLa Project - Semoga
Padi - Kasih Tak Sampai
Padi - Work of Heaven
Ebiet G. Ade - Senandung Pucuk-pucuk Pinus
Ebiet G. Ade - Senandung Rindu
Ebiet G. Ade - Camelia I - IV
Ebiet G. Ade - Berita Kepada Kawan
Chrisye - Lilin-lilin Kecil
Chrisye - Pergilah Kasih
Seluruh lagu Jikustik di album Perjalanan Panjang
Jikustik - Puisi
Ari Lasso - Kedamaian Hati
Saras Dewi - Lembayung Bali
Keenan Nasution - Nuansa Bening
Mocca - Hanya Satu
Melly - Bunda

Lagu Jepang

Hyde - Evergreen
Hyde - Shallow Sleep
Hyde - Angel's Tale
Ryuichi Kawamura - Once Again
Ryuichi Kawamura - Heroine
Ryuichi Kawamura - Shizukana Yoru Wa Futari De Iyou
Every Little Thing - Ai no Uta (Acoustic: Latte Version)
Kiroro - Mirai e no Houlai
Kiroro - Fuyu no Uta
Okazaki Ritsuko - Song For Fruits Basket
Okazaki Ritsuko - Aisubeki Ashita
Rie Tanaka - Fields of Hope
Mikuni Shimokawa - Arekara
L'Arc~en~Ciel - Jyoujoushi
L'Arc~en~Ciel - Bless
L'Arc~en~Ciel - Anata
Satsuki - Heart
Erino Hazuki - Ashita Yuugure Made
Erino Hazuki - Smile Again
Yui Horie - Friendship
Yui Makino - Yokogao
Yui Makino - Symphony
Yui Makino - Undine
Round Table featuring Nino - Rainbow
Round Table featurnig Nino - Shiosai
Iwao junko - Yoru no Uta


Sebenarnya masih banyak yang ingin kutulis, tapi nanti kepenuhan. Akhirnya, hanya dua kata mampu kuucap, selamat tidur :)


_@_

Perjumpaan:

Ada tambahan rekomendasi dari Puri :)

Barat
Enya : triad
Sarah Brightman : harem
Frank Sinatra : my way
Louis Amstrong : wonderful word
Jose Mary chan : beautiful girl

Japan
Mr Children : Hero
Le Couple : Hidamari no Uta
Otoosan

Anime
Trinity Blood : Broken Wings
Please Save My Earth : The Time of Golden Flowing

Instrument
Yoshida Brothers : Takeda no Komoriuta

Senin, 10 Mei 2010

Memeluk Hujan


Seperti janji-janji tak kembali

Rafael Yanuar (5 Mei 2010)

Jumat, 02 April 2010

Tanabata


Ten-Kou adalah seorang raja langit. Dia memiliki 7 orang putri, di antaranya adalah si bungsu Ori Hime. Ori Hime sangat pintar menenun pakaian, sampai sang raja hanya mau memakai pakaian buatan Ori Hime.

Setiap hari Ori Hime menenun pakaian untuk Raja dengan menggunakan alat khusus yang disebut Tanahata. Semakin lama, sang Raja semakin khawatir melihat Ori Hime yang kerjanya hanya menenun.

Alkisah di seberang langit, di sebuah tempat bernama Amano-kawa, hidup seorang pria penggembala bernama Keng-Yu. Seperti juga Ori-Hime, Keng-Yu ini seorang pekerja keras. Setiap hari dia terus menggembalakan kerbaunya. Melihat hal ini, Ten-Kou kemudian memutuskan untuk mengenalkan Keng-You pada Ori Hime.

Kemudian raja langit pun mempertemukan Ori Hime dan Keng-You. Setelah pertemuan ini, tanpa diduga-duga mereka pun saling jatuh cinta. Mereka bertemu setiap hari dan selalu bersama-sama. Keduanya bahagia, tetapi mereka mulai melalaikan tugas mereka. Akibatnya semua kerbau jatuh sakit karena tidak ada yang mengurus dan pakaian sang Raja Langit pun mulai usang, tapi dia sudah tidak memiliki pakaian baru untuk mengganti pakaian usangnya. Hal ini membuat Ten-Kou, sang Raja Langit, marah.

“Aku mempertemukanmu dengan Keng-You bukan untuk membuatmu berhenti menenun pakaina!” seru Ten-Kou.

Kemudian sang Raja memerintahkan Ori Hime untuk tidak menemui Keng-You lagi dengan cara menjauhkan Ori Hime dari Amano-kawa. Sayangnya hal ini bukannya membuat mereka berdua kembali bekerja, tapi justru membuat mereka terus menerus bersedih. Ori Hime menangis tiada henti dan Keng-You kerjanya hanya melamun.

Melihat keadaan ini Ten-Kou merasa bersalah. Dia lalu memberi mereka berdua kesempatan untuk bertemu. Ten-Kou berkata, “Aku akan memberi kalian kesempatan untuk bertemu pada tanggal 7 Juli setiap tahun. Tetapi dengan syarat kalian harus bekerja sebaik-baiknya selama satu tahun menunggu pertemuan kalian berikutnya.”

Ori Hime dan Keng-You menyetujui syarat ini. Keng-You kembali menggembalakan kerbaunya di Amano-kawa dan Ori Hime kembali menenun untuk Raja. Selama satu tahun sambil menunggu datangnya tanggal 7 Juli, mereka bekerja sebaik mungkin.

Tapi, pertemuan ini hanya bisa terjadi jika langit dalam keadaan cerah. Maka untuk membantu Ori Hime dan Keng-You, seluruh penduduk langit membantu mereka dengan cara menulis permohonan mereka agar langit cerah di atas selembar kertas warna-warni dan menggantungkannya di pohon bambu. Kegiatan ini mereka lakukan menjelang hari pertemuan Ori Hime dan Keng-You, yaitu tanggal 6 Juli.

Di Jepang, setiap tanggal 7 Juli [atau pada tanggal 7 bulan 7 pada penanggalan Jepang], diadakan festival untuk merayakan pertemuan Ori Hime dan Keng-You, yang disebut Tanabata. Pada hari ini mereka menulis permohonan mereka dalam selembar kertas warna-warni dan menggantungkannya di pohon bambu. Dalam festival ini biasanya penduduk Jepang yang tua dan muda akan mengenakan yukata (pakaian tradisional musim panas) sambil menikmati udara musim panas. Ada yang merayakannya sambil menyanyi-nyanyi, menyalakan lentera, dan bersenda gurau. Salah satu nyanyian yang dinyanyikan adalah lagu Tanabata yang syairnya berbunyi:

Sasa no sara sara
Nokiba ni yureru
Ohoshi-sama kira kira
Kin gin sunago


Dedaun bambu bergerak tertiup angin
Bergoyang-goyang di bawah atap
Bintang-bintang berkelap-kelip
Seperti emas dan pasir perak

_@_

Tulisan ini dikutip dari majalah Kiddo, kutemukan bertumpuk di dokumen-dokumen lama :).

Kamis, 25 Maret 2010

Jeda


Meski kata-kata ini hanya khiasan tak pasti tentang rasa, namun percayalah
Tak perlu ada jeda yang membuat kita bisu untuk saling mencari, di pandang mata masing-masing
Sebab ketidakpastian pasti hadir mengukir jalan yang terlampau
Panjang berliku

Dan yakinlah pada ujung perjalanan, selalu ada senyum menunggu
Atas keteduhan batin dan ketabahan jiwa
Yang tak terkatakan oleh apapun jua, tak lekang dilesap zaman-zaman
Di sanalah kita ukir prasasti janji pasti

Aku tak butuh jeda untuk mencintaimu

Rafael Yanuar (24 Januari 2010)

Ini tentang rinai penghujan yang membangun pembeda ruang, antara lekang dan kenang. Pun tentang air mata, yang mengalir menembus batas, mengekal di segala retak. Dan jua jendela makna, mengukir jejak pada kata - di teduhnya cinta.

_@_

Perjumpaan:

Teruntuk istriku terkasih, Noviyanti Souw :)

Episode


Selekas garis gemintang di wajah malam
Melesat sekejap pandangan mata, menganga
Maka berlalulah sudah
Waktu memang pandai mengais pertemuan
Dan memecahnya di satu sisi jiwa

Rafael Yanuar (28 Desember 2009)

Waktu bukanlah keabadian, sekedar labirin tanda tanya yang di setiap ujung jeda dan pintunya selalu sisakan misteri. Akan tetapi, setiap jejak tidaklah sia-sia. Seperti samudera bermula dari tetes air. Setiap darma memberi harapan masa depan. Lukisan masa depan adalah pilihan kita menggoreskan warna pada kanvas masa kini (Yudi Latif / Dewan Pendiri Nurcholish Madjid Society)

_@_

Perjumpaan:

Episode adalah jejak kata, lukisan pengembaraan. Yang mengabadikan waktu dalam lembar kenang, mengungkung jiwa di ruang kisah.

Sabtu, 20 Maret 2010

Simfoni Embun Pagi


: aku

Ketika pagi membuka hari.

Satu lagu membungkus indahnya nada
pada lembar dedaunan bayu berbagi ceria
menggugah hati; mencipta makna
temani kicau burung bernyanyi; bersuka

Embun menyapa bak permata
lantunkan melodi simfoni syukur
berpadu satu
isyaratkan surya tuk hadirkan cahaya
: begitu harmoni

Perlahan hangat lembayung menelusup jendela
bangunkan sukma dari lelap
tawarkan cita tuk segera memadu rasa
pada hamparan luas samudera cinta

Kubuka jendela
sambut indah kasih-Nya

Rafael Yanuar (18 Juni 2009)

Semoga embun dapat mengurai segala dosa, untuk meraih indah kasih-Nya

Kamis, 04 Maret 2010

Pawana Pagi


Kini aku entah mimpi apa namanya
Tersesat di dunia garis dan kata


Pawana Pagi, yang berhembus di ranah – ranah padang ilalang
Sambutlah mentari, bersinar laiknya tanda bahagia
Teduh nian, bukan

Ada getar dan detak di sana, di dinding angin itu
Detak yang tenang, tanpa riak menghanyutkan
Terang, seperti runut membangun
Pusara harapan dan cinta

Pawana Pagi – seusai pagi menyuguhkan hari
Kan kudekap lagi mimpi – mimpi
Pada jarak yang menghela masai
Pada musim yang mengais damai
Hingga puisi, turut menuliskan makna yang tak lagi sarat

: pada Jiwa

Rafael Yanuar (25 Februari 2010)