Senin, 12 Juli 2010

Lintang Gerimis Pagi


Selasa, 13 Juli 2010

Daunan merobek layar pada pagi, terbang mengoyak sepi pada diri. Pukul 10.40, laju mobil dan motor kencang berarak, angin menunjukkan barat. Sekalipun diam pada sepenggal jejak, perca kelabu masih menusuk nadi – sepekat ruang berselimut mendung pada rintik.

Hujan mengibas daun, lenggang tak bertepi. Penat jadikan rindu nyata pada jiwa. Luruh air jelma embun di jendela, leburkan nada-nada. Dalam jenak, aku ingin mengeja bait nurani. Terpuisikan.

Entah kapan bisa kulihat lagi, sejuk hujan mengibaskan penat. Istirah. Di peraduan khayal dan mimpi panjang. Ia teduh kala meratap segaris congkak kehidupan, terpiturkan pada kita. Terbangunkan. Melerai jiwa pada amarah dan ketidakdewasaan.

Selarik tuntas pertemuan, terpagutkan kata, aku bertanya, bagaimana menemukan keberanian untuk senantiasa jujur, sedang tak yakin aku lintasi – sepenggal jarak antar kebisuan?

Ucap kata maaf, sungguhpun tak sesukar menerjang badai angkara. Tapi mengapa? Pilu lidahku, merapalkannya?

Rafael Yanuar (13 Juli 2010)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar