Minggu, 08 Februari 2015

Lusy,



ketika pada suatu malam, matamu terpejam, adakah di hatimu terbayang, di sini, sebuah jiwa, ingin selalu dekat—meskipun kini sulit bagi kita tuk sekadar bertukar sapa? sekarang, bahkan dalam mimpi pun kita tak selalu di-izinkan bertemu. padahal dulu kau begitu dekat, senyummu terasa biasa saja saking seringnya di ruang depan aku lihat.

kamarmu selalu berantakan, seperti kapal pecah, kadang pakaian kerjamu dibiarkan begitu saja di permukaan kasur, dan segala macam parfum dan kosmetik kau biarkan membekas di ujung sprei. aromanya bercampur baur namun terasa akrab dan manis sekali. lucunya, kau hanya bergumam ketika kakakmu menyuruhmu merapikannya. lihatlah, rumah jadi teramat hampa, dan tempat tidurmu terlalu putih dan kosong, seolah ada jurang, mengaga dekat jantungku.

entah kapan aku mampu terbiasa tanpamu, bagaimana jika di suatu kelak aku terbenam terlalu dalam di lubuk duka dan melupakan seluruh kenang bahagia? kini, bila berjalan di senyapnya kota, seluruh langkah seperti ingin temukan bayangmu, sejauh pandang tak henti mencari wajahmu. ingin sekali aku ingkari, dan meyakini, kau belum tiada, kau hanya pergi sementara saja. namun tak bisa, tak mungkin bisa, rindu terus menyadarkan aku, jarak kita kini jauh, tak tertempuh, sebesar apapun langkah terayun.

kenapa rinduku bisa begini sarat? padahal jarang sekali kita bertukar sapa. lalu, kepada siapa aku harus tumpahkan tangis? sebab kau tak sempat menyisakan apa-apa, selain lirih puisi di sudut sunyi, di mana setiap suara hanyalah gema, bukan engkau.

bukan lagi.

tak lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar