Selasa, 09 Agustus 2011

Kesan Sahabat Pada Serenada Penidur Hujan



Rafael Yanuar adalah seorang yang istimewa. Lebih dari sekedar talenta merangkai kata, tulisannya istimewa karena mampu merefleksikan karakter positif Yanuar dalam bait-bait puisi yang menyampaikan perasaan damai bagi pembacanya. Di komunitas Yahoo!, tempat saya pertama bersua dengannya, id-nya adalah Florescence-Symphony (Simfoni Musim Bunga), suatu alias yang sangat sesuai!

Minatnya pada filosofi melahirkan puisi-puisi sarat penghayatan makna kehidupan (misalnya pada trilogi Vampire- Kotak Musik –Akhir Zaman; sayang ia tidak mencantumkan deskripsinya – saya sangat banyak belajar dari puisi-puisi filosofis Yanuar). Tema serius tentang esensi kehidupan tidak membuat tulisannya jadi “berat”. Terkadang sekedar berupa kilas atas suatu momen sederhana, yang setelah diendapkannya jadi menyimpan makna filosofis di balik metafora-metafora. Sebagian besar puisi dalam antologinya punya karakter serupa, apa pun tema yang diangkatnya: ringan, penuh perasaan, jujur, dan menuturkan arti hidup tanpa menggurui.

Karena itu, saya tidak kaget melihat puisi-puisinya disusun berdasar kategori yang tidak umum: Pagi, Siang, Sore dan Malam. Bagi seorang Yanuar, puisi adalah lantunan perasaan yang mengalir tanpa peduli jam berapa. Sebagian orang menganggap “pagi” adalah simbol harapan, sedangkan “malam” adalah saat-saat kelam dan sepi. Namun dalam antologi ini kita membaca makna lain malam sebagai waktu cengkrama mesra bulan dan gemintang, dan “pagi” sebagai sebuah pemenuhan janji. “Siang” adalah pengelanaan, sedangkan “Sore” adalah senja yang merindu.

Membaca antologi puisi Yanuar seolah diajak menyusuri pengalaman-pengalaman pribadinya. Tengoklah kenangan manis masa lalunya dalam berbagai tulisan tentang Gadis Penjual Bunga (Freesia, Dalam Ingatan, dan banyak lainnya); kerinduan dan cinta kepada kekasih hati (Jeda, Renjana, dan beberapa judul lainnya), kegembiraan dan kebanggaan saat lahirnya putra pertama (Nathaniel I dan Nathaniel II). Juga kepedihan, kerinduan, dan akhirnya ketegaran menghadapi saat sang Papi berpulang untuk selamanya (Serenada Penidur Hujan, dan beberapa lainnya). Jadi, nikmati saja seperti membaca diary yang dibagi oleh seorang sahabat...

Saya selalu mengenal Yanuar sebagai seorang yang rendah hati, tulus, ringan tangan, terbuka terhadap kritik, dan tidak lelah-lelah berusaha menjadi sosok yang lebih baik (dan selalu bersedia direpotkan, hahaha…).

Semoga, kau dan puisi-puisimu selalu bisa menjadi serangkai serenada. Pelipur hujan yang airmata dan mengubahnya menjadi baris-baris kenangan yang mendamaikan.
Sungguh, aku turut bangga untuk diterbitkannya antologi puisimu ini (you deserve it,man!).

Surabaya, Maret 2011
Selalu bangga bisa menyebut diri sahabatmu,
- Micka (Profesor, pendongeng, penyair dan pamanku)

__________________________________________________________

Membaca puisi-puisi Yanuar, terasa pagi dan kebahagian yang mengalir di sana, ikut terbagi ke kita.
Salut atas produktivitas kamu!
- Liza Samakoen (@lizacica, penyair, tinggal di Jakarta)

Membaca antologi Serenada Penidur Hujan saya dibawa ke kelembutan seorang penyair, ada ketenangan menyusup, melenakan pikir
- Ama Achmad (@ama_achmad, penyair, tinggal di Sulteng)

Puisi serenade adalah puisi yang dipersembahkan bagi orang yang dicintai. Sebagian besar puisi dalam kumpulan puisi Yanuar ini menggunakan metafora-metafora dari alam, benda-benda dan suasana. Secara umum puisi-puisi dalam kumpulan ini sangat nikmat untuk dibaca, baris-barisnya mengalir lancar, dengan nada yang tenang. Mungkin yang agak mengganggu, bagi yang tidak menyukai gaya-gaya bahasa lama, akan berkurang kadar penikmatannya. Dengan pengucapan yang sederhana, saya kira Rafael Yanuar telah menemukan pengucapan sendiri dalam puisi-puisinya.
- Nanang Suryadi (@penyaircyber, penyair, tinggal di Malang)

Ada pengalaman dan wawasan bermakna yang sudah mengendap dan terungkapkan lewat kata-kata yang mengkristal dalam puisimu. Tema dan bentuk cukup beragam menandakan wawasan dan kedalamanmu dalam menyeriusi puisi. Sebagai 'pemula' (yang menerbitkan buku kumpulan puisi bukan sebagai penyair) karyamu bisa disejajarkan dgn penyair-penyair 'seangkatanmu'. Yang perlu terus kamu asah adalah 'kekhasan' karyamu (mungkin ibu yang blm menemukan). Sementara, itu dulu komentar ibu. Proficiat!
- Ibu Santi (Guru Bahasa Indonesia)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar