Selasa, 03 April 2012

Asa


Ibu, pernah kita habiskan malam bersama
bercengkerama tentang kenes-nya Ibu Pertiwi
cuaca sedang sejuk – angin sepoi melambai
luka-letih akibat kerja sehari cepatlah mengering.

Aku ingat
bilik kita sederhana saja –
selalu ada angin masuk melalui lubang dindingnya
namun kendati siupnya melebur bersama dingin di depan jendela
kita masih merasakan hangat.

Hikayat cinta tertulis mesra di dalam kebersahajaan kita
cerita-cerita indah tentang negeriku
senantiasa mengantar tidurku
namun bencana nista melanda tanah air kita
tiba-tiba saja, dalam waktu singkat – aku menjadi sangat sendiri
kau pergi menuju rumah ilahi
menyisakan jejak air mata dalam dadaku.

Kini, dongeng-dongeng tentang negeriku nan kaya
hancur manakala televisi masih saja memberitakan
sibuknya perwakilan kita
mengatur jam rapat dan gaji.

Lumpur-lumpur pengubur rumah kita, Ibu
mungkinkah kelak menjadi legenda – tentang para pembual
bernama pemerintah
manakala kebenaran diinterupsi hegemoni
dan rakyat menjadi sasaran kepentingan.

Ibu, tiba-tiba saja
aku jadi takut berharap
apalagi berdoa
mungkinkah pemimpin kita masih memiliki hati nurani?

14 September 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar