/1/
Dulu, ada sebuah rumah di
ujung kota
di mana temboknya sudah
lapuk dimakan rayap
dan atapnya hanya tinggal
puing-puing belaka
karena ilalang tumbuh membelukar
di kebun kecilnya
keberadaannya pun tak lagi
dikenali.
Suatu senja,
ada seorang pria tertegun
memandangnya
dalam hati ia merasa
alangkah mirib hidupnya
dengan kondisi rumah
tersebut
ia pun menghubungi
pemiliknya
dan langsung membelinya.
/2/
Dengan sabar, ditemani
beberapa tukang
ia pun memasang kayu dan
genting
mengaduk dan mengecor semen
lalu mengorek dengan tombak
ilalang di sekitar
dalam setahun, renovasinya
rampung dengan hasil memuaskan
ia pun mengecat dinding
rumahnya
dengan warna putih dan biru—seperti
langit dan laut
warna kesukaannya.
Ia lalu menanam bunga-bunga
di halaman kecilnya
dan menyiramnya dengan
hati-hati
: pagi ketika matahari
memulai hari, ia sempatkan
memandikan morning glory dan lili kesayangannya
dan membiarkan embun
mengalir di lembut kelopaknya
senja setelah lelah bekerja
tak lupa ia mengemburkan
tanah dengan pupuk
dan secukupnya air hangat
malam, manakala hatinya
dipenuhi
kegembiraan esok hari
ia pun menatap teduh kebun
kecilnya
dengan bahagia
tanpa disadarinya,
kehidupannya pun turut membaik
bersama rekahnya bunga-bunga
di halaman rumahnya.
/3/
Kini, rumah tersebut menjadi
satu-satunya rumah
dengan halaman dipenuhi bunga-bunga,
ketika melewatinya, banyak
pejalan terdiam dalam jenak
dan menikmati perhentiannya,
dengan decak.
13
April 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar