Jumat, 18 Oktober 2013

Pukul Tiga Pagi



—beberapa catatan insomnia

1.
tiba-tiba ia dengar hujan di kepala
padahal langit demikian terbuka
maka ia sibak pintu minimarket
berharap bisa memesan kantuk di sana.

2.
bagai lengan-lengan sunyi
di kantung celana pejalan insomnia
trotoar, jalan dan lampu kota, kaku
dalam dingin,
daun-daun lerai meski cuaca tak lagi berangin
lalu keresak hening di pohon beringin, tapi
di manakah kita?

3.
bilur-bilur duka kembali terbuka
ketika kenang di kota tua
meneduhkan lagi
rindu, di lubuk sanubari
kau menjelma seekor burung
di puncak menara gereja santo ignatius
aku menjelma pohon beringin
dengan dingin masa lalu
di dinihari nan senyap, lonceng berbunyi
tapi kita memilih
tiada.

4.
Tuhanlah
tanah lapang di seberang gereja
tempatnya biasa berbaring
dengan perut lapar dan hati tegar,
malam memang tak punya rumah -- batinnya
tapi ia cukup ramah menyambutku pulang,
di menara bulan menyala
redup bagai lilin di meja penyair
tapi kenapa, cerita dan peristiwa
berlalu sepi di hati?
kenapa, kita tak pernah benar mengerti?
kecuali derit dan jerit sakit
mungkinkah kita hanya daun-daun dileraikan musim?

5.
daun-daun lerai
lampu-lampu beku
persimpangan tak terlihat
kabut-kabut dimakan batu
tiba-tiba saja
rindu terbit di dadaku.

(2013)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar