dulu,
ketika senja rekah
dan hujan reda sudah
dengan polosnya aku
mengajakmu
membuat telepon dengan gelas
aqua
meski kini hanya ada
aku sendiri, mengulurkan benang di seberang
pohon jambu liar.
namun, hei, aku bisa
mendengar suaramu
samar-samar ketika
kau berkata ‘halo,
di sini penjual bunga,’
dan aku menyambutnya dengan
tawa ceria
menelan air mata sekadar
ingin mengenangmu
dengan bahagia.
namun,
apakah kita
masih diizinkan bertemu,
seperti dulu ketika
hari esok menjanjikan
senyummu?
14
April 2011
Catatan
Tulisan-tulisan tentang Penjual
Bunga, apabila dikumpulkan, sepertinya bisa menjadi kisah yang panjang
(tertawa).