Jumat, 26 Desember 2014

Ingatkah Kau Padanya?



Pada suatu malam, gadis penjual korek api
datang padaku
tangannya tak lagi ungu oleh salju
bibirnya selembut sekuntum hortensia
tatapnya hangat, melebihi teduh musim semi.
Kecuali sekeranjang korek api di tangan kanannya
ia tak seperti yang dulu engkau ceritakan.

Sejenak, ia menyentuh tanganku, dan berkata
"Aku ingat, di samping pohon Natal
ia pernah bercerita tentangku
tutur katanya hangatkan hati
meski aku, sedang berjalan bertelanjang kaki
di tengah kota bersalju."

Aku tersenyum, "Di sini salju tak pernah turun
hanya hujan bulan Desember,
dan nyala lilin di sudut ruangan."
Dia pun menyalakan korek,
membuat sosokmu kembali hadir
dalam kelebat bara kenangan.
Aku menuntun pelita di tangannya
pada sebatang lilin
berharap pendarnya dapat lebih lama
bertahan ditiup dingin cuaca.

Ia tersenyum memandang bayangmu
"Di mana dia, si tuan pendongeng, aku rindu.
Sudah lama tak kudengar ia bercerita."
Namun, aku hanya diam
takjub menatap sosok di balik cahaya
kau sedang asyik membaca koran di tengah ruangan.

"Alangkah, gadis kecil,
begitupun aku."

07 Desember 2011

Catatan

i.
Tadinya saya ingin mem-posting sesuatu tentang Natal di blog ini, tapi—karena bingung harus menyampaikan apa—saya malah membuka-buka buku harian dan menemukan tulisan ini di satu sudut halamannya. Saat membacanya kembali, saya jadi terharu. Padahal rasanya saat itu saya menulisnya asal saja, sekadar tumpahan rindu pada ayah yang—sebenarnya—tak pernah menyampaikan dongeng ini—atau dongeng apapun (seingat saya)—pada saya.

ii.
Siapapun yang mengenal saya pasti tahu dongeng ini begitu memengaruhi saya untuk mencintai kisah-kisah bernuansa hangat-namun-sedih yang menyisakan patahan di hati pembacanya.

iii.
Siapapun, dan di manapun kalian berada, Selamat hari Natal! Semoga damai seluruh bumi. Tuhan memberkati (^_^).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar