ketika pagi tiba
dan matahari terbit di beranda
ia berdiri di halaman
dan menemukan
rindu di tiap lerai daun,
lalu, tatkala hari telah jadi siang
ia pun mencuci pakaianmu
dan menjemurnya
di tudung hangat matahari
—meski ia tahu, kau tak pernah membutuhkannya lagi.
diseduhnya dua cangkir teh dan disajikannya di teras beranda
tak pernah ia lupa pada takaran titik didih bagi lidahmu
ditahannya air mata, dilengkungkannya senyum terindah
seolah kau masih depan matanya.
lalu, pandang hampa bangku di seberang,
ia pun bertanya dengan
isak tertahan,
nikmatkah rasanya?
apa gulanya cukup?
meski akhirnya
teh pun mendingin dan ia menghabiskannya sendirian.
matahari tampak pucat ketika ia duduk di ruang tamu
air matanya gugur perlahan ketika televisi menayangkan
film komedi
pelipur kenangan di hari kemarin,
pelipur kenangan di hari kemarin,
dan ia teringat pada tawamu—seolah segalanya baik-baik saja,
namun, kau telah menjadi ingatan, pada sebuah damba dan
kenangan
dan ia hanya ingin menunda kehilangan, barang sejenak
sampai benar-benar terbiasa menghadapinya.
sadarkah kau
telah ia tanam sekuntum pagi di dada
berharap setiap terbitnya selalu mendebarkan
jiwamu.
14 Juni 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar