Minggu, 19 Februari 2012

Kisah Bintang Lyra


/1/

Nun jauh di Thrakia
ketika ketinggian Olimpus masih terlihat
hiduplah seorang musisi bernama Orpheus
: putra Muse Kalliope dan Oiagros.
Konon, Dewa Apollo sendiri mengajarkannya musik
dan menghadiahkan sebuah lyra padanya.

Dengan lyra pemberian Apollo
Orpheus memadahkan nada-nada indahnya.
Dalam sekejap
ia pun terkenal sebagai musisi berbakat
dan kehadirannya, begitu diminati di banyak kota.

Namun, di tengah kesibukannya
Orpheus selalu menyempatkan hati
menciptakan simfoni, tentang cinta nan suci,
ia juga sering menyanyikan ode
buat para dewa dan ksatria.

Di singgasana Olimpus
Eros, putra Aphrodite, begitu haru melihat kesungguhan Orpheus
dengan panahnya, Orpheus dibuat jatuh cinta
pada Eurydike nan jelita.
Eros berharap, dengan adanya kasih
nada-nada gubahan Orpheus semakin indah
: seolah mampu bersendagurau dengan semesta.

Kini, cinta pun menyatukan keduanya
dalam ikatan pernikahan nan agung.

/2/

Di tengah kegirangan taman bunga
Orpheus terkantuk di bawah pohon ek
Sementara Eurydike
menari riang di sekitarnya.

Cuaca demikian hangat
burung-burung berkicau di rindang pepohonan
angin kecil berhembus di pucuk dedaunan.
Begitu indahnya semesta
Orpheus pun memetik lyra-nya
untuk mengiringi tarian Eurydike.
Suasana menjadi akrab dan menyenangkan di sana.

Tetapi, di sudut tak terlihat
Takdir sedang menuliskan tragedi
dengan tinta tak terhapus.



Tiba-tiba, seekor ular
menancapkan taringnya di kaki Eurydike
dan semua, menjadi begitu terlambat
dengan cepat, Orpheus memeluk kekasihnya
namun, ia telah kehilangan cinta sejatinya
bahkan sebelum tangannya sempat
menyentuh punggung Eurydike.

Sekejap
roh Eurydike melayang menuju Hades
meneriakan pilu nan gemetar
tanpa sedikit pun mampu terdengar
tangan Eurydike melambai-lambai hampa
dengan geletar takut nan nyata.

Di dunia, suara tangis Orpheus
tumpah bersama butiran sunyi.

O, Dewa, ada bening mengalir di sudut mata
bukan darah, bukan pula luka, namun mengapa
pedihnya alangkah terasa, di hati

— isaknya.

/3/

Hanya ada satu cara menemukan Eurydike
di Taigetoss, ada sebuah lorong menuju gua
di sanalah, pintu masuk Hades, terbuka.
Orpheus pun melawan takdir di hulu waktu
menerobos batas-batas hidup dan mati.

Di dalam gua, suasana sunyi
meski hitam nyaris menebang cahaya
Orpheus terus melangkah
cintanya pada Eurydike, membuatnya mampu bertahan.

Di sana, Hermes — Sang Pengantar
dengan tongkat dan tumit bersayap
sempat melarangnya masuk
Engkau masih hidup — katanya.
Tetapi, melihat tekad Orpheus
Hermes pun iba dan menuntunnya
menuju kediaman Hades.

Setelah melewati tebing dan lorong-lorong nan gelap
samar, terdengar suara air di kejauhan
: Sungai Styx.

Dalam hitamnya pekat
Kharon, tuan penyeberang, datang dengan perahunya
diulurkannya tangan pada Hermes.
Namun, ia begitu takjub melihat Orpheus
Tuan, belum waktunya engkau di sini. — seraknya.

Orpheus pun menceritakan kesungguhannya dengan nyanyian
dipetiknya lyra pemberian Apollo
dikisahkannya kebahagiaan
manakala ia menemukan Eurydike
Namun kini, ia bagai bunga, Tuan, dan maut memetiknya
sebelum kelopaknya sempat merekah
dan malam pun dipenuhi rasa rindu
: begitu akrab, dengan kesedihan
.

Kharon pun terharu
membiarkan Orpheus menumpang di perahunya.

/4/

Di istana nan suram
Hades, dengan dwisulanya, begitu terkejut
melihat kedatangan Orpheus
Siapakah engkau, pemuda,
berani-beraninya menyilau aku?

— katanya.
Orpheus pun mundur selangkah.
Wajah Hades memerah, menahan amarah
Di sini belum lagi jadi tempatmu! — geramnya.

Namun, ketika Orpheus memetik lyra-nya.
Hades pun terpaku
sejenak menyelami nada-nada selembut salju
Dewa dengan hati sekeras batu tersebut
begitu takjub mendengar permainan Orpheus.

Teduh sandari segala keheningan
suasana di Hades berangsur damai
bahkan Tantalos, tak lagi mengingat lapar dahaganya
dan Persephone, istri Hades, dengan mata berkaca
menyimpan jiwanya dalam selendang air mata.

Di tengah kerumunan,
rindu terengah meniti jalannya
: Eurydike muncul
jatuh di pelukan Orpheus.
Namun, Hermes segera menariknya
bersentuhan dengan orang mati
jelas melanggar hukum Hades!
— bisiknya.

/5/

Dewa, aku hanya ingin kekasihku kembali
— kata Orpheus.

Di tahtanya, Hades gamang, ditatapnya Persephone
kendati ia hanya terisak, merelungi nyanyian Orpheus.
Hades pun berdiri, mengizinkan Orpheus membawa pulang kekasihnya
dengan syarat
sebelum menyentuh dunia luar
Eurydike harus berjalan mengikuti Orpheus
dan Orpheus, dilarang menengok ke belakang
sekalipun terdesak.

Namun, perintah Hades ternyata tak semudah terdengar
sebab manusia selalu diliputi rasa curiga
: mengapa tak ada suara langkah lain
selain ia dan Hermes?
Mungkinkah Kharon tak mengizinkan Eurydike
menyeberang sungai Styx bersamanya?


Demikian penat jejak kembara
seribu pertanyaan menyesak di dada
: benarkah kekasihnya ada di sana?
Semilir angin, tanpa aroma napas Eurydike
alangkah, melelehkan keyakinan di hatinya.

Lunas perahu di sudut sungai Styx
menuntaskan halaman tengah perjalanan.
Seberkas cahaya mulai terlihat
: kertap kerlip janji kerinduan.

Namun, tempias khawatir tak dapat dibendung
basah jiwa mendesir di dada
barang sedetik, Orpheus melihat ke belakang
sekadar memastikan kekasihnya ada di situ,
tetapi

perbuatannya justru menarik roh Eurydike
kembali ke Hades
tepat selangkah sebelum kaki Orpheus
menginjak bayangan matahari.

Dan rindu pun
membatu.

19 November 2011
Sumber gambar ada di sini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar